Hari-hari terakhir yang sangat
singkat itu, aku menggendongnya..menenangkannya: “BJ sehat ya, rumahnya udah
mau jadi. Nanti ibu bikin banyak tempat bermain buat BJ..” Aku begitu terpaku
pada urusan penyelesaian rumah yang memang untuk mereka, untuk anak-anak meong.
Tapi aku abai terhadap kondisi kesehatannya. Maafin ibu ya, BJ, bayi cinta
ibu..
Sejak kepergiannya, aku mencoba
mengalihkan perhatian. Banyak yang harus dikerjakan. Perbaikan rumah yang belum
selesai, rencana produksi baru yang menyita energi, penjualan barang-aneka dan
apa saja demi kelancaran bahan bakar sehari-hari, memang cukup mengalihkan
fokus. Tapi tentu saja aku tak lupa. Aku tak akan bisa melupakan kebodohanku.
Beberapa kawan menghibur, ‘jangan menyalahkan diri sendiri, mbak’.. Terimakasih
sudah berusaha menghibur, kawans. Tapi itu tak menghibur karena aku memang
salah. Dan karena kesalahanku, BJ pergi..
Seperti yang sempat kucatat di facebook,
proses kepergian BJ cepat. Tapi mungkin mustinya tak begitu kalau aku lebih memperhatikan kondisi
BJ. Kamis malam BJ diare. Aku tak curiga panleu. Karena dari sekian pengalaman
anak-anak terkena panleu, kotorannya bau sekali. Bau busuk. Ini biasa saja. Aku
memberinya obat diare anak. Makannya masih banyak. Masih berantem-beranteman
sama Beru. Masih nyolong-nyolong maen ke luar rumah. Jumat pagi –kalau
kuingat-ingat, nafsu makannya menurun. Dia kuat sekali makan kepala ayam.
Tapi.. hari itu aku beli kepala ayam dari tukang sayur yang lewat. Ukurannya
terlalu besar dari yang BJ suka. Kupikir itu yang jadi alasan. Dan dia bukan
tak makan sekali. Dia masih makan leher-leher ayam itu, meski tak
menghabiskannya dan tak banyak. Aku memberinya vitamin harian standar.
Urusan perbaikan rumah yang dimulai
dari 10 Oktober lalu ini memang sungguh menguras energi. Selain secara teknis,
aku dan anak-anak yang tetap tinggal di antara debu dan suara berisik
peralatan, juga terkait biaya. Awalnya rencana perbaikan hanya untuk satu
kamar, sebagai gudang penyimpan dagangan, makanan kucing dan produk
meong lainnya. Lalu terlintas: mumpung bongkar-bongkar, kenapa tak sekalian
saja? Kenapa hanya gudang dan tak sekalian jadi outlet? Konsekuensinya tentunya
berbeda. Ya sudah, kuputuskan sekalian. “Mari, anak meong, kita kumpulkan
rupiah lebih banyak.” Kusemangati diri sendiri.
Like dan Follow FP Facebook Instagram Facebook RumahRonin
Tak lama berselang, datang
complain dari tetangga. Baru kali ini kudengar keberatan yang disampaikan
secara langsung. Dan aku pun menanggapinya serius. Baik, beberapa bagian rumah
tampaknya perlu dibongkar. Dengan kata lain aku perlu menyiapkan banyak hal
pula. Di antara keriweuhan itu, Een - stray cat yang baru kusterilkan, baru
menunjukkan anak-anaknya. Dan keluarga kecil itu semuanya sakit! Kukarantina
mereka di rumah kosong tak jauh dari rumah. Merawat mereka dengan
makanan-vitamin-obat secara intensif, pagi dan malam. Dan aku lengah. Aku
lengah memperhatikan BJ.
Cerita di atas bukan sebagai excuse.
Sama sekali bukan. Banyak yang kukerjakan-kupikirkan-kuperhatikan, iya. Tapi
bukan berarti aku kehilangan fokus pada anak-anakku. Aku berkomitmen untuk
merawat mereka. Mustinya aku bisa melakukan lebih baik. BJ ada tanda tak sehat,
harusnya aku memperhatikannya lebih teliti. BJ ada tanda tak bagus, dan aku
masih berpikir BJ akan baik-baik saja. Ya, aku cerita di atas sama sekali bukan
excuse. Aku sudah melakukan kesalahan, dan bagaimana pun aku salah. Pada
penanganan sebelumnya, aku membuat batas tiga hari. Dia diare Kamis, maka Sabtu
atau maksimal Minggu aku harus membawanya ke dokter kalau kondisinya memburuk. “BJ
baik-baik saja, dan BJ tak akan lebih parah”. Entah kebodohan dari mana yang
bersemayam di kepalaku. Dan aku pun tak berusaha keras mencarikannya wetfood
khusus gastro, seperti yang pernah kulakukan sebelumnya pada Kuro-menyuapinya
secara berkala. Aku hanya menyuapinya dengan wetfood biasa. Dan dia masih
makan. Aku masih berpikir ‘BJ akan baik-baik saja’. Hingga aku menyadari Minggu
malam kondisinya buruk. Senin siang kubawa dia sekalian berangkat siaran. Tapi
dia pergi. BJ, bayi kesayanganku pergi.
BJ adalah bayi buatku. Bukan semata
karena dia masih kecil, usia-usia yang memang selalu kusebut bayi. Tapi karena
sosoknya yang lucu dengan badan yang empuk, sifatnya yang penurut,
digendong-dipeluk-dicium tak pernah nolak. Dia bayi buatku. BJ bayinya ibu
meong. Dulu, saat baru masuk rumah, aku sering mencurinya dari pelukan emaknya.
Lalu membawanya tidur bersamaku, meski malamnya dia kembali ke emaknya. Dia tak
manja. Bukan tipe kucing manja seperti Cici
yang dikit-dikit minta gendong atau cium-cium ibunya. BJ tak manja, dia bayi
yang penurut. Dan tentu saja kelakuan kocaknya tiap makan.
Pada setiap pagi dia antusias
menunggu kepala ayam. Dari awal dibawa emaknya ke rumah, makannya kuat. Dan
sangat doyan kepala ayam. Persisnya sebetulnya leher ayam. Dia tak suka pentul
kepalanya. Makannya berisik. Jadi, setelah kepala ayam tersaji di piring
bersama, ia akan menggondol satu lalu membawanya menjauh. Sambil mengomel
seolah ada yang mau merebut. Lalu dia meninggalkan pentul kepalanya begitu
saja. Biasanya Mimi yang menghabiskan. Kalau tidak, setelah selesai acara makan
ibunya akan memunguti pentul-pentul kepala yang tersebar di beberapa tempat
itu. Kalau makan 10 kepala ayam, ya dia akan memakannya di 10 tempat terpisah.
Bayi meong yang aneh 😀
BJ, bayi meong empuk lucu.
Kubayangkan dia akan tumbuh jadi pemuda meong yang menyenangkan. Dia tak
agresif seperti Beru. Tapi dia juga tak manja seperti Bi’i. Ia seolah menjadi
penengah buat dua kakaknya itu. Tapi dia pergi. BJ sudah pergi. Tak akan
kulihat lagi mata sendunya menatapku. Berisiknya dia kalau mengunyah makanan.
Kenakalan dia nylonong keluar pintu untuk bermain di luar rumah, atau
mengintipku dari balik korden saat aku mau meninggalkan rumah atau baru pulang.
Tak kuliat lagi dia guling-guling atau jilat-jilat perut buncitnya. Atau empuk
badannya yang lelap di sebelahku. Aku rindu menciuminya. Dia tak pernah
berontak. Dia tak pernah menolak. BJ bayi meong ibu yang baik. Maafin ibu ya,
nak.. maafin ibu.
BJ sudah pergi. Dan kembali, pada
akhirnya semuanya menjadi pembelajaran. Pada akhirnya aku kembali dihajar untuk
kembali belajar tentang kehidupan pada kematian. Sungguh hajaran yang
melukakan. Selamat jalan, bayi cinta. Ibu sayang BJ ya...
No comments